bagi mahasiswa yang ingin mendaftar secara online sebagai presma dan wapresma STAIN Pontianak periode 2012-2013 silahkan buka menu download
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 19 Oktober 2011

Refleksi Perjalanan di Pra Temu BEM Se Nusantara V 2011 UNESA

maskot BEM NUS 2011 UNESA
Seputar BEM Se Nusantara
Banyak pihak sepakat bahwa gerakan mahasiswa pasca reformasi ’98 mengalami dis orientasi arah perjuangan. Romantisme bulan madu gerakan bersama antara mahasiswa dan masyarakat pun seakan telah berakhir. Tumbangnya rezim orde baru sebagai common enemy dari perjuangan pembebasan keterpurukan bangsa sebagai salah satu faktor yang menyebabkan arah gerakan mahasiswa lebih bersifat parsial. Pola gerakan yang dibangun jarang menemukan kesepahaman tindakan dan arah perjuangan. Mungkin karena terlalu banyak kebobrokan yang terjadi di negara ini sehingga kita mahasiswa seakan susah menentukan prioritas bersama arah perjuangan. Melihat dari sejarah perubahan sosial, khususnya di Indonesia, rasanya mustahil akan berhasil bila dilakukan secara kelompok kecil. Harus ada penyatuan gerakan untuk menambah kekuatan dan bargaining position dimata lawan (rezim berkuasa). Berangkat dari kesadaran ini kawan-kawan BEM di lima kampus besar Indonesia (UI, UGM, dll) merancang sebuah gerakan bersama untuk menyatukan visi misi arah perjuangan mahasiswa. Akhirnya di bentuklah sebuah aliansi bernamakan BEM Se Indonesia pada sekitar tahun 2000an.
steo,aris,andry dan dedi (perwakilan KAL-BAR)

Namun beberapa pihak mahasiswa di daerah merasakan ada semacam diskriminasi keanggotaan dari aliansi BEM SI ini. Pasalnya keanggotaan dari BEM SI sendiri lebih dominan oleh BEM dari kampus negeri dan sedikit sekali melibatkan BEM dari kampus swasta. Belum lagi penilaian dominasi lima kampus besar pendiri BEM SI sebagai pemegang otoritas dan pengambil kebijakan dirasakan sangat tidak adil. Di claim bahwa hal semacam ini menyebabkan kawan-kawan mahasiswa dari kampus lain seakan susah menyampaikan pemikirannya dan cenderung harus mengekor kepada pemegang arah kebijakan. Berawal dari kekecewaan kekecewaan semacam ini akhirnya dibentuklah sebuah aliansi baru yang bernama BEM Se Nusantara yang mengakui dirinya bersifat lebih welcome terhadap semua BEM di seluruh Nusantara untuk bergabung bersama tampa ada diskriminasi dan dominasi keanggotaan. Memegang prinsip berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah membuat rasa nyaman terhadap kawan-kawan mahasiswa yang belum bisa tercover oleh BEM SI. Ide pembentukan BEM Nus muncul pada tahun 2003 tetapi baru dapat direalisasikan pada tahun 2005. Begitulah kurang lebih apa yang disampaikan salah satu SC dalam forum Pra Temu BEM Se Nusantara kemarin.
bersama teman-teman BEM
Bila kita lihat pasca reformasi banyak aliansi BEM mahasiswa terbentuk. Sebut saja BEM SI, BEM Nus, BEM Nasional, BEM PTNU, BEM PTAI, dll. Yang jadi masalah adalah ketika terlalu banyak pola gerakan dalam aliansi mahasiswa ini tentu mengakibatkan peluang gesekan kepentingan dan eksistensi menjadi semakin besar. Alih-alih mau merubah nasib bangsa, dengan banyaknya aliansi ini mengindikasikan bahwa gerakan mahasiswa akan terkooptasi dan mudah dipecah belah. Hal ini sudah dirasakan oleh kita bersama. Hubungan rivalitas yang dibangun antar aliansi mahasiswa ini terkadang lebih bersifat kontra produktif. Sebut saja kasus antara BEM SI dan BEM Nus, BEM SI beranggapan bahwa BEM Nus adalah aliansi mahasiswa yang tidak kritis, berada di bawah ketiak SBY, dan merupakan gerbong pemecah gerakan mahasiswa yang dimotori oleh penguasa. Pendapat ini keluar dari kawan-kawan BEM SI karena sering dalam setiap forum BEM Nus dihadiri oleh SBY dan pejabat negara lainnya. Belum lagi waktu ceremonial pembukaan pertemuan BEM Nus di Papua beberapa tahun lalu dinyanyikan salah satu lagu melo ciptaan pak SBY, bukannya malah menyanyikan lagu perjuangan mahasiswa. 
foto bareng di penginapan
Begitu juga BEM Nus beranggapan bahwa BEM SI lebih bersikap diskriminatif dalam masalah keanggotaan dan arah kebijakan sehingga tidak kondusif dan tidak aspiratif untuk menampung pemikiran kawan-kawan mahasiswa di seluruh tanah air. BEM Nus pun mengaku sebagai solusi terhadap masalah ini. Konflik eksistensi semacam ini sangat terasa dalam setiap forum salah satu aliansi. Dari asumsi yang berkembang, ganjal mengganjal dalam setiap kegiatan begitu kentara bila kita jeli mengikutinya. Ketika forum Pra Temu BEM Nus di Surabaya yang saya rasakan kemarin memang seperti ada beberapa pihak yang tidak ingin ingin kegiatan itu berjalan baik. Hingga dengan berbagai propaganda akhirnya kegiatan yang dirancang tidak memiliki happy ending sesuai dengan tujuan awal. Tentu hal-hal semacam ini yang harus diwaspadai oleh para pelaku gerakan mahasiswa apabila mau merubah nasib bangsa. Kesadaran akan keterpecahbelahan gerakan mahasiswa dengan saling tuding dan memegang claim kebenaran masing-masing tentu harus di beri ruang dialog untuk menemukan satu konsepsi kesepahaman akan arah gerakan yang lebih baik.

Eksistensi delegasi BEM Kal Bar

jempretan setelah penutupan kegiatan
Keprihatinan saya rasakan terhadap eksistensi gerakan kwan-kawan BEM di Kalimantan Barat. Delegasi yang ada hanya 1 orang dari BEM Untan dan 3 orang dari BEM STAIN Pontianak. Keterbatasan akses informasi yang masuk menyebabkan suara kawan-kawan di BEM Kal Bar jarang bergema di forum nasional. Bahkan kalau kegiatan Pra Temu BEM Se Nusantara tidak dikabarkan oleh kawan-kawan dari BEM Untan kepada BEM STAIN Pontianak, mungkin utusan dari Kal Bar hanya ada 1 orang perwakilan saja. Dibandingkan dengan daerah lain yang begitu cepat bisa mengakses informasi, eksistensi BEM di kal Bar seakan dipertanyakan. Dibandingkan dengan sesama provinsi di Kalimantan sajalah, kita di Kal Bar terasa ketinggalan apalagi dibandingkan dengan kwan-kawan di pulau Jawa dan pulau lain di Indonesia.
Hadirnya delegasi BEM STAIN Pontianak dalam pra temu BEM Se Nusantara di Surabaya kemarin bukan lah untuk mengkooptasikan diri dalam peta persaingan eksistensi politik di lingkar gerakan mahasiswa. Tetapi hal terpenting yang kami tanamkan adalah ingin menggaungkan permasalahan yang terjadi di wilayah Kal Bar dalam sebuah forum nasional. Masalah perbatasan antara Inonesia dan Malaysia secara detail tentu masih awam di telinga forum-forum nasional, belum lagi masalah perkebunan dan pertambangan, dll. Kal Bar hari ini merupakan provinsi yang berada dalam urutan rendah dalam bidang pendidikan dibandingkan provinsi lain di seluruh Indonesia. Akses jalan trans Kalimantan hanya di Kal Bar saja yang belum rampung. Sedangkan jalan trans Kalimantan di provinsi Kalteng, Kalim, Kalsel sudah begitu mulus. Semua masalah itu seakan mengakibatkan kal Bar sebagai provinsi yang terisolir.

lagi diskusi membahas isu daerah KAL-BAR
Sebuah kasus menarik di kabupaten Sintang Kal Bar, ketika masyarakatnya mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia pada peringatan 17 Agustus kemarin karena memang itu merupakan luapan kekecewaan terhadap pemerintah yang tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat disana. Terbukti setelah ancaman itu, barulah berbagai perhatian tertuju ke sana. Tentu apabila hanya cara-cara seperti ini yang bisa membuat pemerintah lebih memperhatikan rakyatnya, pastinya akan banyak kasus serupa yang akan timbul kepermukaan jikalau pemerintah tidak tanggap terhadap kesejahteraan rakyatnya. Kalimantan dan Kal Bar khususnya tidak punya sejarah kelam dengan kasus disintegrasi bangsa dan sparatisme. Ini menunjukkan bahwa nasionalisme masyarakatnya begitu dalam tertanam dalam hati sanubari mereka. Namun ketika hidup terus didiskriminasikan sebagai sesama rakyat Indonesia dan ketika rasionalitas naluri manusia untuk kebahagiatan telah menutup rasa itu, tidak ada yang berani menjamin 10 atau 20 tahun yang akan datang akan ada kasus disintegrasi bangsa dan sparatisme di Kalimantan Barat. Sekali lagi dengan catatan apabila pemerintah tidak tanggap dan tidak memperhatikan masyakarakat di perbatasan khususnya.
Kenyataan menunjukkan di wilayah perbatasan antara Indonesia Malaysia, masyarakat Indonesia lebih mudah mendapat akses dan kesejahteraan dari wilayah Malaysia. Mata uang yang beredar lebih familiar ringgit daripada rupiah. Orang Indonesia yang baru datang diperbatasan di sebut Indon. Banyak yang lebih memilih sekolah dan berobat ke Malaysia karena gratis. Banyak makanan yang sering diselundupkan karena harganya yang lebih terjangkau. Akses transportasi dari satu daerah ke daaerah lain di kalbar bahkan beberapanya lebih memiliki waktu dan jarak tempuh yang pendek apabila kita melintas melalui jalan negara tetangga. Tentu semua itu menjadi refleksi bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan masyakarakat perbatasan. Kasus-kasus seperti inilah yang harus sering kita wacanakan di forum-forum nasional. Tentu ketika wacana ini sudah menjadi wacana bersama maka semakin besar kesempatan kita untuk menyuarakan nasib mayarakat perbatasan kepada pemerintah pusat. Mudah-mudahan dengan demikian fungsi control of power mahasiswa menjadi bermakna. Dan hal inilah yang mengilhami BEM STAIN Pontianak untuk mengirimkan 3 orang utusan dalam pra temu BEM Se Nusantara di Surabaya tanggal 25-29 September 2011 kemarin.
Mirisnya hati ini ketika melihat draft rekomendasi dari pertemuan BEM Se Nusantara IV di Palu kemarin yang hanya mengusung satu isu permaslahan daerah di pulau Kalimantan yang begitu luas. Hanya isu UMR yang tertulis. Dibandingkan draft rekomendasi dari kawan-kawan di pulau lain yang begitu banyak menceritakan permasalahn di daerahnya. Tambah pilu hati ini melihat kenyataan ternyata tidak ada delegasi dari BEM Kal Bar dalam pertemuan BEM Nus IV di palu kemarin mengakibatkan isu permasalahan daerah Kal Bar tidak tersampaikan dalam forum itu. Untunglah dalam forum Pra Temu BEM Se Nusantara di Surabaya kali ini kami berkesempatan menjadi delegasi Kal Bar yang berhasil memasukkan beberapa isu penting di daerah Kal Bar yang dirasa mendesak untuk dituntaskan. Di antaranya adalah isu perbatasan (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, batas wilayah, ancaman disintegrasi bangsa, perkebunan dan pertambangan). Tentu hal ini bukan lah suatu langkah yang besar untuk merubah nasib masyarakat Kal Bar. Bagi kami ini hanyalah salah satu upaya dari kapasitas kami selaku mahasiswa dan masyarakat Kal Bar. Yang lebih penting adalah bagaimana tindak lanjut dari semua pihak terkait ketika permasalahan ini telah mewacana dalam forum nasional. Untuk itu gerakan kongkrit harus segera di upayakan sehingga tidak terkesan hanya menjual retorika politk saja.

Penyatuan dan penyadaran gerakan BEM se Kal Bar menurut saya merupakan kabutuhan yang harus segera dipenuhi. Hal ini sebagai kekuatan yang lebih besar untuk membuka perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Untuk itu besar harapan kami ketika BEM Untan sebagai icon kampus Kal Bar bergerak cepat menanggapi hal ini. Dalam ranah lain BEM STAIN Pontianak sebagai PTAIN satu-satunya di Kal Bar pun bisa menjadi motor penggerak penyatuan gerakan BEM-BEM PTAI di kal Bar. Semakin solid kita dalam bergerak semakin besar pula kesempatan kita untuk menuju tatanan masyarakat yang lebih baik. Mudah-mudahan harapan untuk adanya gerakan bersama BEM seluruh Kal Bar dapat dengan mudah berpartisipasi dalam forum-forum nasional untuk bersama memperjuangkan nasib masyarakat Kal Bar. Amin..

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites